Murid PAUD Melati di Ciwidey Menabung Pakai Sampah
Ada yang unik di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Melati, Kampung Batukasur, Desa Panundaan, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung.
Bukan
dari arsitektur bangunan atau cara mengajar pendidiknya. Melainkan
dari konsep pendidikan yang diberikan oleh para pengajar.
Keunikan tersebut, bahkan diapresiasi oleh orang nomor satu di Kabupaten Bandung.
Bupati Bandung, Dadang Naser sempat menghubungi pengurus PAUD Melati,
karena telah berupaya mendidik para muridnya untuk melek lingkungan.
Konsep
pendidikan yang diberikan bisa dibilang berbasis lingkungan. Sejak dini
murid PAUD Melati dilatih untuk mencintai kebersihan lingkungan.
Cara
yang dilakukan adalah, dengan mewajibkan para murid untuk membawa
sampah untuk ditabung di sekolah paud. Bagi sebagian orang, sampah mungkin
merupakan barang yang tidak berguna.
Namun, bagi para murid di
PAUD Melati, sampah merupakan barang yang bisa membawa berkah. Dengan
sampah itulah para murid bisa menabung dan akhirnya mendapatkan uang.
"Kita
mulai merintis konsep ini sejak delapan bulan lalu. Responsnya sangat
luar biasa dari orang tua murid. Karena si anak selain bisa belajar
menghargai lingkungan juga bisa mendapatkan uang dari tabungan
sampahnya," ujar Atep Supriatna, salah seorang pendiri PAUD Melati,
Jumat (6/12/2013).
Bagaimana bisa para murid mendapatkan uang dari
sampah yang mereka tabung? Atep menjelaskan para murid diwajibkan untuk
membawa sampah ke sekolah. Nantinya sampah yang dibawa para murid akan
ditimbang dan dijual. Kebanyakan para murid membawa sampah anorganik,
seperti plastik dan botol minuman.
"Sampah itu dibelinya oleh Bank
Sampah Amanah (BSA). Itu juga dikelola oleh saya. Jadi sampah yang
dibawa anak-anak akan kita timbang. Kemudian kita bayar. Tapi uangnya
tidak bisa langsung dibayarkan. Melainkan untuk ditabung dulu. Nanti
kalau lagi butuh bisa diambil uangnya," kata Atep yang sempat menjadi
seorang petani tersebut.
Sampah plastik yang dibawa para murid
dihargai Rp 1.000 per kilogramnya. Sedangkan sampah botol minuman
seharga Rp 3.000 per kilogramnya.
Dengan konsep tersebut, biaya operasional pendidikan siswa bisa didapatkan dari sampah yang dibawa para siswa.
"Jadi
kan untuk beli buku, pulpen dan lain-lain bisa kita beli dari hasil
sampah. Selain itu bisa juga memberikan pemahaman kepada siswa agar
peduli lingkungan," ujarnya.
Dengan motto 'Dulu Sampah Sekarang Berkah', PAUD Melati menginginkan agar masyarakat Kabupaten Bandung
bisa peduli terhadap lingkungan. Dari sampah yang dianggap tidak
berguna, bisa menjadikan berkah bagi para murid yang akan belajar di
sekolah tersebut.
"Hanya yang menjadi kendala sekarang itu dari
kondisi bangunan sekolah saja. Para murid sangat bersemangat untuk
sekolah. Cuma ada tiga ruang kelas untuk 53 murid dan tidak ada ruangan
yang lain. Jadi jam belajarnya harus bergiliran. Ada yang pagi dan siang
karena tidak cukup ruangannya," kata Atep.
Atep yang mendirikan
sekolah tersebut pada tahun 2008 berharap bisa ada bantuan yang
diberikan oleh pemerintah. Pasalnya sejak didirikan belum pernah ada
satu pun bantuan yang dirasakan.
"Dulu juga kita kekurangan meja.
Tapi alhamdulilah sekarang sudah cukup. Ditambah dengan adanya bank
sampah bisa menutup biaya operasional," ujar Atep.
Konsep yang
diadakan di PAUD Melati, harapan Atep semoga dikembangkan oleh
pemerintah ke sekolah lain. Ia berharap dengan adanya bank sampah bisa
membantu kebersihan lingkungan di Kabupaten Bandung serta memberikan pengertian kepada masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan.
"Kalau anak PAUD saja sadar, kenapa orang dewasa tidak bisa," katanya.
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG
0 komentar:
Posting Komentar