Waktunya Kumpulin Sampah

Senin, 20 Januari 2014

PAUD Melati menginginkan agar masyarakat Kabupaten Bandung bisa peduli terhadap lingkungan.

Murid PAUD Melati di Ciwidey Menabung  Pakai Sampah


Ada yang unik di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Melati, Kampung Batukasur, Desa Panundaan, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung.

Bukan dari arsitektur bangunan atau  cara mengajar pendidiknya. Melainkan dari konsep pendidikan yang diberikan oleh para pengajar.
Keunikan tersebut, bahkan diapresiasi oleh orang nomor satu di Kabupaten Bandung. Bupati Bandung, Dadang Naser sempat menghubungi pengurus PAUD Melati, karena telah berupaya mendidik para muridnya untuk melek lingkungan.
Konsep pendidikan yang diberikan bisa dibilang berbasis lingkungan. Sejak dini murid PAUD Melati dilatih untuk mencintai kebersihan lingkungan.
Cara yang dilakukan adalah, dengan mewajibkan para murid untuk membawa sampah untuk ditabung di sekolah paud. Bagi sebagian orang, sampah mungkin merupakan barang yang tidak berguna.
Namun, bagi para murid di PAUD Melati, sampah merupakan barang yang bisa membawa berkah. Dengan sampah itulah para murid bisa menabung dan akhirnya mendapatkan uang.
"Kita mulai merintis konsep ini sejak delapan bulan lalu. Responsnya sangat luar biasa dari orang tua murid. Karena si anak selain bisa belajar menghargai lingkungan juga bisa mendapatkan uang dari tabungan sampahnya," ujar Atep Supriatna, salah seorang pendiri PAUD Melati, Jumat (6/12/2013).
Bagaimana bisa para murid mendapatkan uang dari sampah yang mereka tabung? Atep menjelaskan para murid diwajibkan untuk membawa sampah ke sekolah. Nantinya sampah yang dibawa para murid akan ditimbang dan dijual. Kebanyakan para murid membawa sampah anorganik, seperti plastik dan botol minuman.
"Sampah itu dibelinya oleh Bank Sampah Amanah (BSA). Itu juga dikelola oleh saya. Jadi sampah yang dibawa anak-anak akan kita timbang. Kemudian kita bayar. Tapi uangnya tidak bisa langsung dibayarkan. Melainkan untuk ditabung dulu. Nanti kalau lagi butuh bisa diambil uangnya," kata Atep yang sempat menjadi seorang petani tersebut.
Sampah plastik yang dibawa para murid dihargai Rp 1.000 per kilogramnya. Sedangkan sampah botol minuman seharga Rp 3.000 per kilogramnya.
Dengan konsep tersebut, biaya operasional pendidikan siswa bisa didapatkan dari sampah yang dibawa para siswa.
"Jadi kan untuk beli buku, pulpen dan lain-lain bisa kita beli dari hasil sampah. Selain itu bisa juga memberikan pemahaman kepada siswa agar peduli lingkungan," ujarnya.
Dengan motto 'Dulu Sampah Sekarang Berkah', PAUD Melati menginginkan agar masyarakat Kabupaten Bandung bisa peduli terhadap lingkungan. Dari sampah yang dianggap tidak berguna, bisa menjadikan berkah bagi para murid yang akan belajar di sekolah tersebut.
"Hanya yang menjadi kendala sekarang itu dari kondisi bangunan sekolah saja. Para murid sangat bersemangat untuk sekolah. Cuma ada tiga ruang kelas untuk 53 murid dan tidak ada ruangan yang lain. Jadi jam belajarnya harus bergiliran. Ada yang pagi dan siang karena tidak cukup ruangannya," kata Atep.
Atep yang mendirikan sekolah tersebut pada tahun 2008 berharap bisa ada bantuan yang diberikan oleh pemerintah. Pasalnya sejak didirikan belum pernah ada satu pun bantuan yang dirasakan.
"Dulu juga kita kekurangan meja. Tapi alhamdulilah sekarang sudah cukup. Ditambah dengan adanya bank sampah bisa menutup biaya operasional," ujar Atep.
Konsep yang diadakan di PAUD Melati, harapan Atep semoga dikembangkan oleh pemerintah ke sekolah lain. Ia berharap dengan adanya bank sampah bisa membantu kebersihan lingkungan di Kabupaten Bandung serta memberikan pengertian kepada masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan.
"Kalau anak PAUD saja sadar, kenapa orang dewasa tidak bisa," katanya.

Laporan Wartawan Tribun Jabar Firman Wijaksana
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG


 






0 komentar:

Posting Komentar

komentar